Kredo, Rasio dan Tradisi Gereja Dalam Perspektif Kharismatik

Oleh : Pdt. Samuel T. Gunawan, SE, M.Th

Tiga bidang penting dimana Kharismatik paling sering diserang dengan keras oleh para openan Kharismatik adalah perihal kredo, rasio dan tradisi gereja. Sebenarnya, Kharismatik tidak menganggap bahwa rasio, tradisi gereja dan pengakuan iman itu tidak penting. Jika ada orang atau kelompok tertentu yang menganggapnya demikian, mereka bukanlah representatif dari gerakan Kharismatik. Dalam pemahaman teologi Kharismatik, walaupun kredo, rasio dan tradisi gereja itu penting tetapi bukanlah penentu kebenaran. Karena itu ketiga hal di atas perlu di kaji lebih jauh, dan bab ini disediakan bagi pengkajian tersebut.

KREDO DALAM PERSPEKTIF KHARISMATIK

Kredo atau pengakuan-pengakuan iman adalah pernyataan yang meringkaskan iman yang dipelajari dan dipercayai dalam Kekristenan. Pengakuan-pengakuan itu memberikan pondasi yang dapat dipakai dalam penjelasan iman Kristen. Pengakuan itu dapat dipakai untuk menilai pandangan-pandangan ekstrim (sesat) pada masa itu. Karena merupakan suatu pernyataan ringkas, maka kredo-kredo itu tidak memberikan keterangan yang cukup jelas tentang ajaran yang disebutkan di dalamnya dan tidak bisa mengakomodir seluruh doktrin dalam Alkitab yang dipercayai. Jadi dalam perspektif Kharismatik kredo itu penting, namun tidak dapat dijadikan sebagai sumber akhir dan penentu kebenaran Kristen. Kredo bisa saja salah, karena itu memerlukan revisi (perbaikan) secara berkala. Dan harus selalu patuh pada otoritas Alkitab. Dengan demikian kredo yang dibuat dan disusun dalam beberapa denominasi Kharismatik bukan menolak kredo-krodo yang telah ada, tetapi bertujuan memberikan penekanan khusus terhadap ajaran-ajaran tertentu yang dipercayai yang belum dimuat dalam kredo-kredo yang mendahuluinya. Pernyataan iman yang ditambahkan kemudian dalam pengakuan iman Kharismatik tersebut juga menunjukkan ciri khas yang menjadikannya berbeda dengan denominasi-denominasi lainnya. Berikut ini tiga pengakuan iman ortodoksi yang tetap diakui oleh Kharismatik dan merupakan unsur-unsur yang ada dalam pengakuan iman Kharismatik, yaitu:

1. Kredo Rasuli

Pengakuan Iman Rasuli yang ditulis antara tahun 200-325 M oleh beberapa Bishop dan Diaken dengan mengambil ajaran penting para rasul dari Alkitab, kemudian ditulis ringkas dan menjadi pengakuan iman. Pengakuan iman ini sekitar tahun 340 M digunakan di Roma. Adapun isi dari Pengakuan Iman Rasuli ini sebagai berikut: “Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus anakNya Yang Tunggal, Tuhan kita. Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita sengsara dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan mati dan dikuburkan. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati. Naik ke surga, duduk disebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa. Dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Kudus, Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, , dan hidup yang kekal. Amin”.

2. Kredo Nicea

Pengakuan Iman Nicea adalah kredo yang ditetapkan dalan Konsili Nicea pada tahun 325 M. Konsili Nicea ini adalah konsili oikumenikal yang pertama. Kredo Nicea ini kemudian direvisi pada tahun 381 M pada konsili oikomenikal kedua di Konstantinopal, untuk menguatkan kembali keputusan konsili Nicea. Dan menambahkan keberadaan Roh Kudus yang menekankan sehakikatNya dengan Allah Bapa. Adapun isi dari Pengakuan Iman Nicea ini sebagai berikut: “Aku percaya kepada satu Allah Bapa yang Mahakuasa; Pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan. Dan kepada satu Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal, tunggal dari Bapa sebelum seluruh dunia, Allah dari para Allah, Terang dari Terang, Satu-satunya Allah dari satu-satunya Allah, tunggal, tidak dijadikan, menjadi satu dengan Bapa, yang melaluinya segala sesuatu telah dijadikan; yang, bagi kita manusia dan bagi keselamatan kita, turun dari surga, dan berinkarnasi oleh Roh Kudus kepada perawan Maria, dan dijadikan manusia; dan disalibkan juga bagi kita di bawah Pontius Pilatus; Dia menderita dan dikuburkan; dan pada hari yang ketiga Dia bangkit kembali, menurut Kitab Suci; dan naik ke surga, dan duduk di sebelah kanan Bapa; dan akan datang kembali, dengan kemuliaan, untuk menghakimi baik yang hidup dan yang mati; yang mana kerajaanNya tidak akan berakhir. Dan kepada Roh Kudus, Tuhan dan Pemberi Kehidupan; yang keluar dari Bapa dan Anak yang dengan Bapa dan Anak bersama disembah dan dimuliakan yang berbicara kepada para nabi. Dan satu Gereja Katolik dan Apostolik yang kudus. Saya mengakui satu baptisan untuk pengampunan dosa; dan saya menantikan kebangkitan dari kematian, dan hidup di dunia yang akan datang. Amin”.

3. Kredo Chalcedon

Pengakuan Iman Chalcedon adalah kredo yang ditetapkan dalan Konsili oikomenikal keempat di Chalcedon pada tahun 451 M. Rumusan pengakuan iman ini menekankan bahwa Yesus mempunyai dua sifat dalam satu pribadi. Kedua sifat tidak bercampur (asunkhutos), serta tidak terbagi-bagi (adikharetos), dan tidak terpisah (akhoristos). Adapun isi dari Pengakuan Iman Nicea ini sebagai berikut: “Maka, kami semua, mengikuti Bapa-bapa kudus, dengan suara bulat, mengajar manusia untuk mengaku, Anak yang satu dan yang sama, Tuhan kita Yesus Kristus, sempurna dalam keilahian dan juga sempurna dalam kemanusiaan, sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia, dengan jiwa yang bisa berpikir dan tubuh; menurut keilahiannya mempunyai zat/hakikat yang sama dengan sang Bapa, dan menurut kemanusiaanNya mempunyai zat/hakikat yng sama dengan kita, dalam segala hal sama seperti kita, tetapi tanpa dosa; menurut keilahianNya diperanakkan sebelum segala zaman dari Bapa, dan menurut kemanusiaanNya dilahirkan dari Maria, sang perawan, Bunda Allah dalam hari-hari akhir ini. Ia adalah Kristus, Anak, Tuhan yang satu dan yang sama, satu-satunya yang diperanakkan, mempunyai keberadaan dalam dua hakikat, tanpa campuran, tanpa perubahan, tanpa perpecahan, tanpa perpisahan; perbedaan dari dua hakikat itu sama sekali tidak dihancurkan oleh persatuan mereka, tetapi sifat-sifat dasar yang khas dari setiap hakikat dipertahankan dan bersatu menjadi satu pribadi dan satu keberadaan/mahluk, tidak terpisah atau terbagi menjadi dua pribadi, tetapi Anak yang satu dan yang sama, dan satu-satunya yang diperanakkan, Allah Firman, Tuhan Yesus Kristus; dan seperti nabi-nabi dari semula telah menyatakan tentang Dia, dan seperti Tuhan Yesus Kristus sendiri telah mengajar kita, dan seperti yang telah disampaikan oleh pengakuan iman Bapa-bapa kudus kepada kita”.

Sebuah evaluasi: Protestanisme menerima Pengakuan Iman Rasuli di atas dan ketetapan-ketetapan dari enam konsili oikumenikel, Nicea, Konstantinopel, dan Chalcedon, karena kesesuaiannya dengan dengan Kitab Suci sebagai satu-satunya hukum dan praktek iman. Martin Luther menyatakan, “Kebenaran Kristen tidak mungkin dijadikan suatu pernyataan yang lebih singkat dan lebih jelas”. Sedangkan John Calvin berkata tentang rumusan konsili oikomenikal tersebut sebagai berikut, “Saya memuliakannya dari hati saya dan akan memegang teguh semuanya dengan rasa hormat”. Jadi kita melihat bahwa pengakuan-pengakuan iman oikumenikal gereja di abad-abad pertama tersebut, bukanlah produk dari Protestanisme yang baru lahir pada abad ke 16 M di masa reformasi yang di pelopori Martin Luther dan John Calvin. Pengakuan-pengakuan ini telah ada sebelumnya. Pengakuan-pengakuan ini juga diakui oleh Kharismatik dan menjadi unsur-unsur penting dalam pengakuan iman mereka.

Sebagai contoh, saya mengutip pengakuan ini dari Vineyard Christian Fellowship (Persekutuan Kebun Anggur), yang merupakan bagian dari gerakan Kharismatik yang berasal dari kalangan Injili, yaitu Kharismatik Gerakan Gelombang Ketiga (Third Wive Movement), sebagai berikut: “ (I) Kami percaya bahwa hanya ada satu Allah yang hidup dan benar dan berada secara kekal dalam tiga pribadi: Bapa, Anak dan Roh Kudus, setara dalam kuasa dan kemuliaan; Allah yang tritunggal ini menciptakan segalanya, memelihara segalanya dan memerintah atas segalanya. (II) Kami percaya bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Tuhan, sepenuhnya diilhamkan, tanpa kesalahan pada naskah asliny, dan merupakan aturan yang mutlak atas iman dan kelakuan. (III) Kami percaya kepada Allah Bapa, yang tak terbatas, Roh yang berpribadi, sempurna dalam kesucian, kebijaksanaan, kuasa, dan kasih, bahwa Ia dengan rahmatNya prihatin atas permasalahan manusia, bahwa Ia mendengar dan menjawab doa; dan bahwa Ia menyelamatkan dari dosa dan maut semua yang datang kepadaNya melalui Yesus Kristus. (IV) Kami percaya kepada Yesus Kristus, Putra tunggal Allah, yang dilahirkan setelah dikandung dari Roh Kudus. Kami percaya akan kelahiranNya dari anak dara, kehidupanNya yang tanpa dosa, mujizat-mujizat dan pengajaranNya, kematianNya yang menggantikan dan menebus manusia, kebangkitan tubuhNya, kenaikanNya ke surga, pengantaraanNya yang kekal bagi umatNya, dan kedatangannya kembali secara pribadi dan kelihatan ke bumi. Kami percaya bahwa pada kedatanganNya yang pertama Yesus telah Yesus telah memulai kepenuhan kerajaan Allah. (V) Kami percaya kepada Roh Kudus, yang memancar keluar dari sang Bapa dan sang Putra untuk meyakinkan dunia tentang dosa, kebenaran dan penghakiman, dan untuk melahirbarukan, menyucikan dan memberikan kuasa untuk pelayanan kepada semua yang percaya kepada Kristus. Kami percaya bahwa Roh Kudus mendiami setiap orang yang percaya kepada Kristus, dan Ia adalah Penolong, Pengajar dan Penuntun yang tinggal tetap. Kami percaya akan pelayanan Roh Kudus pada masa kini dan akan pemberlakuan semua karunia Roh yang disebut di dalam Alkitab. (VI) Kami percaya bahwa semua umat manusia adalah pendosa berdasarkan kodrat dan pilihannya dan karena itu berada di bawah penghukuman; bahwa Allah melahirbarukan dan membaptiskan, oleh Roh Kudus, barangsiapa yang bertobat dari dosa-dosanya dan mengaku Yesus Kristus sebagai Tuhan. (VII) Kami percaya bahwa Tuhan Yesus Kristus mengikatkan dua ketetapan (ordinances) kepada Gereja: Baptisan dan Perjamuan Kudus. Kami percaya akan Baptisan Air dan Perjamuan yang terbuka bagi semua orang percaya. (IX) Kami percaya juga akan penumpangan tangan guna pemberian kuasa oleh Roh Kudus, bagi penahbisan pendeta, tua-tua dan diaken, bagi penerimaan karunia-karunia Roh Kudus, dan bagi penyembuhan. (X) Kami percaya pada kemunculan (kedatangan kembali) Kristus secara pribadi dan kelihatan, dan penggenapan kerajaanNya, pada ebangkitan tubuh, penghakiman akhir, dan berkat kekal atas yang benar, serta, serta penderitaan kekal atas yang jahat. (XI) Kami percaya pada “Pengakuan Iman Rasuli” sebagai yang merangkum fakta fundamental dari iman Kristiani, dan mendukung pengakuan-pengakuan iman Gereja yang historis dan ortodoks”

Dengan demikian, merupakan hal yang keliru jika menyebutkan bahwa pengakuan-pengakuan Iman Rasuli, Nicea, Konstantinopel, dan Chalcedon tersebut sebagai hak eksklusif Protestanisme saja, karena pengakuan-pengakuan iman tersebut hadir dan dirumuskan secara oikumenikal beberapa abad sebalum ada Protestanisme. Tetapi memang diakui bahwa atas dasar kredo-kredo itulah Protestanisme mengembangkan teologinya. Jadi teologi dan doktrin Kharismatik yang berasal dari Protestanisme, juga berasal dari kepercayaan-kepercayaan Alkitabiah dari gereja-gereja abad pertama sampai abad ketujuh tersebut.
RASIO DALAM PERSPEKTIF KHARISMATIK

Kharismatik juga dituduh anti teologi dan rasio sebagaimana yang yang dilontarkan Denny Teguh Sutandio, seorang penganut Calvinisme yang menurut pengakuannya adalah mantan pengunjung di gereja Kharismatik Surabaya selama 15 tahun. Perhatikan kutipan pernyataannya berikut: “Bukankah mayoritas ‘hamba Tuhan’ dari gerakan ini melawan teologi habis-habisan dan menganggap teologi itu produk setan? Mereka menganggap orang yang dipenuhi Roh Kudus tidak boleh pakai akal/rasio. Sungguh aneh, bukan? Rasio itu diciptakan oleh Tuhan dan barangsiapa yang menghina rasio, ia juga menghina Tuhan sebagai Penciptanya. Memang, orang Kristen tidak boleh mendewakan rasio, tetapi orang Kristen tetap harus berpikir dan beriman ketika di gereja. Masalahnya, orang Kristen kalau ke gereja sudah tidak mau lagi menggunakan pikirannya karena si “pendeta” berkata bahwa khotbah itu tidak boleh memberatkan jemaat. Benarkah Roh Kudus bertentangan dengan rasio? Bukankah Alkitab sendiri mengatakan bahwa Roh Kudus akan datang untuk menginsyafkan manusia akan dosa, kebenaran dan penghakiman serta apa yang Kristus telah ajarkan (baca: Yohanes 15-16)?

Tanggapan saya terhadap kritik Denny Teguh Sutandio di atas adalah sebagai berikut: (1) Dalam kritik tersebut ada tiga tuduhan yang ditujukan kepada Kharismatik, yaitu: bahwa mayoritas hamba Tuhan Kharismatik itu melawan teologi habis-habisan; mayoritas hamba Tuhan Kharismatik itu menganggap teologi sebagai produk setan; dan mayoritas hamba Tuhan Kharismatik itu menganggap orang yang dipenuhi Roh Kudus tidak boleh pakai akal atau rasio. (2) sebenarnya Kharismatik tidak menganggap teologi dan peran rasio itu tidak penting, apalagi menganggapnya sebagai produk setan. Apalagi saat ini ada banyak teolog-teolog Kharismatikal maupun yang searah dengan Kharismatik yang telah menunjukkan kualifikasi kesarjanaan melalui karya-karya mereka. Sebut saja teolog pentakostal seperti: William W. Menzies, Robert P. Menzies, Stanley M. Horton, Donald C. Stamps, French L. Arrington, David Lim dan J. Rodman Williams; Teolog-teolog Kharismatik dari Gerakan Hujan Akhir seperti: Dick Iverson, Ken Malmin, dan Kevin J. Conner dari Portland Bible Collega; Teolog-teolog Kharismatik Gerakan Gelombang Ketiga seperti: C. Peter Wagner, pakar pertumbuhan Gereja, professor Sosiolog dan Antropologi dari Fuller Theological Seminary, Pasadena, California, AS; Jeck Deere, profesor Perjanjian Lama pada Dallas Theological Seminary tetapi dikeluarkan dari institusi itu karena mengalami pengalaman supranatural bersama Roh Kudus; Wayne Grudem, profesor Teologi Sistematika dan Alkitab di Trinity Evangelical Divinity School, Deerfield Illinois, AS; Peter H. Davis, professor Studi Alkitab dan Perjanjian Baru di Canadian Teological Seminary, Regina, Kanada; Charles H. Kraft, professor Antropologi dan Komunikasi Antar Budaya di Fuller Theological Seminary, Pasadesa, California. AS; Jeffrey Niehaus, professor dan Ahli Perjanjian Lama, lulusan Liverpool dan pengajar di Gordon-Conwell Theological Seminary, di South Hamilton, AS, doktor (Ph.D) dalam bidang sastra Inggris dan Amerika; David C. Lewis, seorang Antropolog Budaya, seorang peneliti dari Cambrige University, Inggris; Gary S. Greig, seorang Arkeolog dan Ilmu Mesir Kuno, pakar dalam bidang Bahasa dan Peradaban Timur Tengah. Dengan kehadiran orang-orang tersebut di atas, masihkah menganggap Kharismatik anti rasional dan intelektualitas? (3) Tuduhan Denny Teguh Sutandio tersebut kedengarannya agak dilebih-lebihkan. Jika memang ada orang-orang atau kelompok tertentu yang menganggapnya demikian, mereka bukanlah representatif dari gerakan Kharismatik. Seharusnya, Denny menyebutkan saja hamba Tuhan Kharismatik mana yang ia maksud, apalagi bila yang ia tuduhkan adalah “mayoritas hamba Tuhan Kharismatik” yang melawan teologi habis-habisan, menganggap teologi sebagai produk dari setan, dan menganggap orang yang dipenuhi Roh Kudus tidak boleh pakai rasio. Sebab, saat bicara tentang mayoritas dan minoritas, maka hal ini menyangkut penghitungan angka dan statistik. Seandainya, ada 1000 hamba Tuhan Kharismatik saat ini, dan jika yang dimaksud Denny hanya 100 atau kurang dari itu maka tidak dapat dikatakan mayoritas. Karena itu, sebaik Denny menyajikan saja data statistik hasil penelitiannya tersebut. Kemudian menjelaskan metodologi dan instrumen penelitiannya yang menghasilkan kesimpulan “mayoritas ‘hamba Tuhan’ dari gerakan ini melawan teologi habis-habisan dan menganggap teologi itu produk setan dan menganggap orang yang dipenuhi Roh Kudus tidak boleh pakai akal atau rasio”. Jika tidak, maka tuduhannya tersebut saya anggap hanya asumsinya belaka, atau mungkin juga omong kosong yang tidak dapat dipertanggungjawabkannya. Dugaan saya, pernyataannya tersebut hanyalah taktik yang dilakukannya untuk mendukung gagasannya sendiri. Akibatnya, ini adalah fitnah terhadap banyak hamba Tuhan dan penganut Kharismatik lainnya.

Selanjutnya, perlu saya jelaskan bahwa benurut pemahaman teologi Kharismatik yang normatif, walaupun rasio penting tetapi bukanlah penentu kebenaran. Rasionalitas kita tidak cukup sebagai otoritas tertinggi karena natur manusia sebagai mahluk ciptaan yang terbatas dan manusia yang telah jatuh dalam dosa. Pikiran kita yang terbatas ini tidaklah sanggup memahami sang Pencipta sepenuhnya (Roma 1:21; Efesus 4:17,18). Tetapi, kita tidak boleh membuang pertimbangan-pertimbangan rasional bila kita akan merumuskan kebenaran. Allah itu adalah Allah yang rasional, ia memberi kita rasionalitas untuk berpikir dan menentukan berbagai pilihan dan keputusan dalam hidup. Jadi, kita perlu tetap rasional tanpa harus menjadi rasionalisme.

Tetapi, yang sangat memprihatinkan, adanya beberapa teolog Kristen yang karena mengedepankan analisis rasional yang kritis (rasionalisme), telah terjerumus ke jurang ketidakpercayaan terhadap kebenaran Alkitab dan akhirnya tersesat. Sebuah kelompok yang terdiri dari 200 sarjana Alkitab “liberal” yang menyebut diri mereka “Jesus Seminar” telah mengadakan pertemuan khusus. Konferensi itu dimaksudkan untuk mencari konsensus tentang manakah diantara perkatan Yesus yang otentik. Kesimpulan mereka adalah bahwa dari 700 lebih perkataan yang dinyatakan sebagai firman Yesus dalam Injil, hanya 31 perkataan yang dianggap benar-benar otentik. Selanjutnya, dari 31 perkataan tersebut, lebih dari 50 persen dianggap hanya merupakan pernyataan ganda dari kisah-kisah serupa.

Ketidakpercayaan akan kebenaran Alkitab juga mulai merasuki para mahasiswa seminary dan teologi. Penelitian yang dilakukan oleh Noel Wesley Hollyfield pada tahun 1978 tentang kepercayaan para mahasiwa teologi tingkat Magister of Divinity dan Magister of Theology pada sebuah seminari teologi di Amerika menunjukkan bahwa khusus untuk mahasiswa Master of Theology yang secara khusus mempelajari doktrin Alkitab, hasilnya memprihatinkan, yaitu: “Mereka yang percaya kepada Allah hanya 63 persen. Mereka yang percaya keilahian Yesus hanya 63 persen. Mereka yang percaya akan mujizat dalam Alkitab hanya 37 persen. Mereka yang percaya akan adanya kehidupan setelah kematian hanya 53 persen. Terakhir, mereka yang percaya bahwa Yesus benar-benar pernah berjalan di atas air hanya 22 persen”.

Rasionalisme berbeda dengan rasionalitas. Yang harus kita hindari, bukanlah rasionalitas tetapi rasionalisme yang dapat berbahaya bagi iman dan pertumbuhan rohani yang sehat. Rasionalisme ini adalah faham atau filsafat yang sangat meninggikan rasio, menjadikan akal sebagai penentu kebenaran dan bukan Allah atau pun Alkitab. Rasionalisme menganggap bahwa segala sesuatu harus dinilai berdasarkan rasio, dan jika suatu kebenaran tidak dapat dicerna oleh rasio maka hal itu tidak dapat disebut kebenaran. Dengan demikian, dalam rasionalisme segala hal yang bersifat supranatural dianggap bukan kebenaran dan dianggap tidak ada, termasuk mujizat Allah dan pekerjaan Roh Kudus masa lalu dan masa kini yang tidak dapat dicerna oleh akal.

Pada saat seseorang menjadi Kristen, tidak berarti ia menjadi tidak rasional. Sebagai orang Kristen, kita seharusnya logis dalam pemikiran, menaruh perhatian dengan berpegang pada kebenaran yang sungguh-sungguh, bukan yang salah. Terutama mengenai Tuhan dan apa yang dikatakanNya di dalam Alkitab. Rasionalitas Kristen menempatkan iman dan akal pikiran bukan sebagai dua hal yang dikontraskan. Pertimbangkan tiga hal berikut: (1) Kapasitas berpikir kita merupakan bagian dari gambar Allah di dalam diri kita. Rasionalitas manusia menggambarkan rasionalitas Pencipta. Penggunaan pikiran atau akal budi kita merupakan tindakan yang memuliakan Allah; (2) Iman Kristen bukanlah tidak masuk akal. Tidak satupun yang irasional dari kepercayaan yang diwariskan kepada kita. Iman selalu melibatkan unsur-unsur pengetahuan (fakta-fakta), ketaatan (kebenaran) dan tindakan kehendak (percaya). Kita mendengar, memproses, dan merespon Tuhan (firman) dengan menggunakan pikiran kita. Iman dan akan budi tidak bertentangan tetapi saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan; (3) Kepercayaan Kristen itu sangat masuk akal berbeda dengan kepercayaan dan agama-agama lainnya di dunia ini. Iman Kristen bersedia untuk diuji secara rasional baik fakta-faktanya maupun keakuaratannya.

Rasionalitas Kristen menempatkan iman dan akal pikiran bukan sebagai dua hal yang dikontraskan. Perhatikan contoh berikut dalam Ibrani 11:17-19, “Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: “Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu. Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali. Perhatikanlah frase “Karena iman maka Abraham…” dalam ayat 17, dan frase “karena ia berpikir…” dalam ayat 19. Disini kita melihat keselarasan antara iman dan berpikir yang tidak kontradiksif dalam diri Abraham. Dan kita tahu bahwa Abraham mendapat predikat sebagai “bapa orang beriman” dan “sahabat Allah” (Galatia 3:7,9; Yakobus 2:23).

Stephen Tong, seorang teolog Calvinis-Reformed menjelaskan, “Iman adalah pengembalian kepada kebenaran. Iman bukan sekedar mau percaya tanpa mengetahui apa yang ia percaya. Iman bukan sekedar pengertian di otak tanpa kelanjutan apapun. Tetapi iman harus sampai pada penerimaan. Mengakui apa yang ia mengerti”. Hal yang sama diungkapkan oleh Haryadi Baskoro, seorang antropolog budaya, teolog pendidikan Kristen, dan juga seorang penganut Kharismatik. Di dalam bukunya “All About Healing” ia menyatakan, “Paulus percaya sepenuhnya terhadap kuasa kesembuhan ilahi. Imannya tentang kuasa Roh Kudus tidak pernah diragukan. Namun, Paulus juga seorang yang sangat rasional. Ia tidak memisahkan antara iman dan rasio. Paulus adalah seorang terpelajar, baik dalam teologi maupun ilmu pengetahuan”.

Jadi, sebagaimana Kristen lainnya yang bukan anti rasio, demikian juga Kharismatik bukanlah anti rasio. Tetapi, Kharismatik menolak rasionalisme yang menjadikan akal sebagai penentu kebenaran.

TRADISI GEREJA DALAM PERSPEKTIF KHARISMATIK

Pada kesempatan lainnya, karena sifatnya yang baru, segar, penuh antusias, dan ibadah yang selebratif dan ekspresif, maka Kharismatik dipertentangkan dengan tradisi gereja yang berbeda dengannya. Gereja memang mempunyai sebuah mandat ilahi untuk menetapkan tuntunan-tuntunan otoritas bagi anggota-anggotaanya (Ibrani 13:7,17). Tetapi, sebagaimana kredo, pemikiran gereja pun bisa saja salah, memerlukan evaluasi dan perbaikan serta harus selalu patuh pada otoritas Alkitab. Selanjutnya, kalau pikiran gereja itu adalah otoritas tertinggi, maka setiap perbedaan pendapat dalam gereja pastilah akan berujung pada jalan buntu, karena tidak ada otoritas yang lebih tinggi yang dapat menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut (1 Korintus 11:19). Hanya Alkitab saja yang memenuhi syarat sebagai otoritas tertinggi dan penentu kebenaran. Jadi sebenarnya Kharismatik tidak mengabaikan tradisi tertentu yang diwariskan oleh gereja pendahulunya, tetapi menolak apa yang disebut dengan tradisionalisme gereja yang dianggap berbahaya bagi pertumbuhan iman yang sehat.

Lalu apakah tradisionalisme itu sehingga harus ditolak? Tradisionalisme adalah pandangan yang menentukan segala sesuatu benar atau keliru berdasarkan pada tradisi-tradisi. Tradisionalisme Kristen adalah pandangan yang menentukan segala sesuatu benar atau keliru berdasarkan pada tradisi gereja, dan bukan pada Alkitab. Sementara rasionalisme dijadikan sebagai penentu kebenaran, maka tradisionalisme menjadikan tradisi sebagai penentu segala sesuatu. Kemudian penilaian berdasarkan tradisi ini dipakai sebagai kriteria menuduh sesuatu itu sesat atau tidak. Dalam tradisionalisme, tradisi telah dianggap sama otoritasnya dengan Alkitab, bahkan dalam prakteknya, tradisi lebih dihormati daripada Alkitab.

Sejarah gereja telah memberi pelajaran berharga bagi Kekristenan yang menunjukkan bahwa tradisionalisme yang keliru telah merusak Kekristenan. Munculnya gerakan reformasi dalam sejarah gereja merupakan akibat dari ketidakpuasan terhadap ajaran dan tradisi gereja yang menyimpang dari Alkitab. Tradisi gereja pada saat itu dianggap memiliki otoritas melebihi otoritas Alkitab. Sejarah menunjukkan bahwa tradisionalisme dapat merusak gereja dan dapat dijadikan alasan untuk menghalangi bahkan memadamkan karya-karya Roh Kudus. Belajar dari sejarah, seharusnya setiap orang Kristen perlu terbuka terhadap karya-karya Roh Kudus masa kini, dan memberi evaluasi terhadap gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Roh Kudus, tanpa prasangka yang dipengaruhi oleh tradisi tertentu tetapi berdasarkan pernyataan Alkitab itu sendiri. Orang-orang atau kelompok-kelompok yang menolak karya Roh Kudus masa kini harus bertobat dari sikap arogansi yang cenderung hendak mempertahankan kemapanan yang mengurung dan membatasi ruang gerak kuasa Roh Allah. Kita perlu mengingat kembali bahwa bangkitnya pembaruan Protestanisme, pembaruan Pietisme, Pentakostalisme dan Kharismatisme dalam batas tertentu karena gereja terbuai dengan kemapanan dan kemudian jatuh ke dalam sikap dan mentalitas tradisionalisme yang dipenuhi dengan rutinitas dan kesuaman.

Peringatan di atas juga berlaku bagi semua, termasuk Kharimatisme, kita pun juga harus sadar bahwa bisa jadi ibadah selebratif dan ekspresif yang disertai iringan musik kontemporer yang kita lakukan saat ini, serta aktivitas lainnya, suatu saat menjadi rutinitas dan kesuaman yang memprihatikan. Karena itu, kita perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh nasihat bijaksana yang diberikan oleh Bambang Wijaya sebagai berikut, “rencana Allah bersifat kekal, tetapi pekerjaanNya senantiasa baru sesuai perkembangan yang sudah direncanakanNya. Seperti anggur baru, karya Roh KudusNya senantiasa bersifat segar dan bergerak maju. Itu sebabnya di perlukan sikap hati yang terbuka pada perubahan yang Dia kerjakan. Kantong kulit tua adalah sikap hati yang ingin membekukan gerak maju karya Allah dengan tradisi masa lampau. Bukan berarti semua tradisi itu buruk, tetapi tradisi yang membatasi kemajuan karya Allah akan mengakibatkan berkat yang Dia ingin curahkan ke dalam GerejaNya terbuang sia-sia”.

OTORITAS ALKITAB DAN PENAFSIRAN ALKITAB

Alkitab adalah otoritas penentu kebenaran. Otoritas adalah wewenang, hak atau kuasa untuk mewajibkan kepatuhan. Dari segi iman Kristen, Allah mempunyai hak dan kuasa tertinggi untuk menuntut kepatuhan, karena Dialah sang Pencipta dan Tuhan segala bangsa. Otoritas itu penting sebab otoritas akan mengendalikan hidup seseorang. Otoritas akan mempengaruhi perilaku, keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan seseorang. Sumber otoritas utama dan tertinggi bagi orang Kristen adalah Tuhan sendiri sebagaimana Ia menyatakan melalui Alkitab. Pengetahuan kita tentang Allah pertama dan terutama datang melalui Kitab Suci. Alkitab harus diterima sebagai firman Tuhan kepada kita, harus dihormati dan ditaati. Pada waktu kita tunduk kepada otoritasnya, kita menempatkan diri di bawah otoritas Allah yang hidup, yang diperkenalkan kepada kita di dalam diri Yesus Kristus.

Hasil pengamatan saya menunjukkan bahwa orang tersesat karena memulai dari titik awal yang salah. Karena itu, saat membahas tentang doktrin apapun, kita perlu memiliki titik awal yang tepat. Dan titik awal yang tepat ini adalah Alkitab. Dan tentunya semua orang Protestan Ortodoksi dan Injili Konservatif setuju dalam hal ini. Tetapi tidak semua orang Kristen sepakat mengenai tafsiran terhadap ayat-ayat atau bagian-bagian tertentu dalam Alkitab. Disinilah letak permasalahannya: perbedaan dalam tafsiran! Perbedaan ini sangat dipengaruhi sistem hermeneutika dan metode eksegesis yang digunakan saat menginterpretasikan bagian-bagian atau ayat-ayat tertentu dalam Alkitab.

Perhatikan contoh tafsiran yang sembrono berikut ini! Setidaknya dua kali saya pernah mendengar seseorang menafsir secara alegoris atau mistis tentang orang Kristen duniawi atau “daging” yang menjadi mangsa Iblis dengan mengutip dua bagian ayat dari Kitab Kejadian, tanpa menyadari implikasi serius dari tafsirannya yang menyalahkan Allah. Dua ayat yang dimaksud adalah Kejadian 3:14 yang berbunyi : “Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu : “karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kau makan seumur hidupmu.” dan Kejadian 2:7 yang berbunyi : “Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjai mahluk yang hidup.” Berdasarkan kedua ayat itu, dengan sembrono ia menafsirkan demikian “Ular adalah Iblis yang makanannya adalah debu tanah, dimana debu tanah itu adalah manusia”.

Perhatikanlah implikasi dari tafsiran tersebut, yaitu bahwa dengan pernyataan seperti itu, entah disadari atau tidak, penafsir telah menyudutkan atau menyalahkan Allah yang menciptakan manusia hanya untuk menjadi mangsa Iblis. Penafsiran seperti ini disebut penafsiran alegoris atau mistis. Ini merupakan penafsiran yang tidak wajar terhadap etimologis (arti kata), diakronik (makna historik kata), dan sinkronik (makna konteks kata) dalam teks-teks Alkitab tersebut. Jadi, sebelum mengambil kesimpulan yang demikian seharusnya penafsir mempertimbangkan bahwa : (1) Ular yang dimaksud adalah ular sebenarnya karena tertulis frase “terkutuklah engkau (ular dan bukan Iblis) di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan”. Iblis bukanlah ternak atau binatang, tetapi mahluk roh yang pada saat itu merasuki si ular; (2) Kutuk yang dijatuhkan Allah atas ular terjadi sesudah manusia jatuh ke dalam dosa, jadi tidak pernah dan tidak mungkin Allah membuat manusia dari debu tanah hanya untuk dimangsa oleh ular. Memang benar bahwa sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa Iblis terus berupaya menguasai dan memperbudak manusia, dan benar juga mengatakan bahwa “Ular adalah Iblis yang makanannya adalah debu tanah, dimana debu tanah itu adalah manusia” menurut tafsiran di atas adalah tafsiran yang jelas-jelas salah. Karena yang Musa maksudkan selaku penulis kitab Kejadian tidaklah demikian.

Di dalam proses mempelajari Alkitab, dengan bergantung kepada Roh Kudus selaku “Sang Iluminator” dan pembimbing, kita tidak seharusnya bersikap pasif tetapi justru diharapkan menggunakan pikiran kita secara bertanggung jawab. Karena dalam hal membaca Alkitab, penerangan Ilahi bukanlah dimaksudkan pengganti tanggung jawab manusia untuk berpikir. Jadi, kita harus berusaha berpikir berdasarkan prinsip-prinsip hermeneutika. Hal ini melibatkan pemikiran secara eksegetis sehingga dapat memahami arti yang tepat, secara sistematis untuk dapat menghubungkan fakta-fakta secara seksama, secara kritis untuk dapat mengevaluasi prioritas dari bukti yang bersangkutan dan secara sintesis untuk menyatukan dan menyampaikan pengajaran secara keseluruhan. Tetapi, intelek saja tidak akan menjadikan seorang mengerti Alkitab dengan benar. Seorang penafsir Alkitab harus bergantung pada pengajaran Roh Kudus (Yohanes 16:12-15). Karena itu, dua kesalahan yang harus dihindari, yaitu: (1) Kecenderungan mengabaikan pentingnya hermeneutika dan eksegesis yang bertanggung jawab dengan alasan mementingkan peran Roh Kudus; (2) Kencenderungan menyandarkan diri pada kemampuan hermenutik dan eksegesis semata-mata dengan mengabaikan peran Roh Kudus.

Pemahaman yang benar tentang perspektif Kharismatik terhadap kredo, rasio dan tradisi gereja ini akan membawa kita melangkah ke bab berikutnya yang membahas tentang hermeneutika dan doktrin Kharismatik, dimana bab tersebut merupakan fondasi signifikan bagi bab-bab berikutnya.

(Samuel T. Gunawan, memposisikan diri sebagai teolog Protestan-Kharismatik, Pendeta dan Gembala di GBAP Jemaat El Shaddai; Pengajar di beberapa STT. Menyandang gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Universitas Negeri Palangka Raya; S.Th in Christian Education; M.Th in Christian Leadership (2007) dan M.Th in Systematic Theology (2009) dari STT-ITC Trinity. Setelah mempelajari Alkitab selama lebih 15 tahun menyimpulkan tiga keyakinannya terhadap Alkitab yaitu : (1) Alkitab berasal dari Allah. Ini mengkonfirmasikan kembali bahwa Alkitab adalah wahyu Allah yang tanpa kesalahan dan Alkitab diinspirasikan Allah; (2) Alkitab dapat dimengerti dan dapat dipahami oleh pikiran manusia dengan cara yang rasional melalui iluminasi Roh Kudus; dan (3) Alkitab dapat dijelaskan dengan cara yang teratur dan sistematis.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi ke IV. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Aritonang, Jan S, 1995. Berbagai Aliran di Dalam di Sereja. Cetakan ke 12. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Arrington, French L., 2004. Christian Doctrine A Pentacostal Perspective, 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Departemen Media BPS GBI : Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Systematic Theology. 6 Jilid, Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Boland, B.J., 1984. Intisari Iman Kristen. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Brill, J. Wesley., 1993. Dasar Yang Teguh. Yayasan Kalam Hidup: Bandung.
Conner, Kevin J., 2004. A Practical Guide To Christian Belief, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Conner, Kevin J & Ken Malmin., 1983. Interprenting The Scripture. Edisi Indonesia dengan judul Hermeneuka, Terjemahan 2004. Penerbit Gandum Mas: Malang.
Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa. Penerbit, Yayasan Daun Family: Manado.
___________., 2010. Seri Buku Teologi Sistematika (Prolegomena, Bibliologi, Teologi Proper. Penerbit, Yayasan Daun Family: Manado.
Douglas, J.D., ed, 1996. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I dan II. Terj, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Drewes, B.F, Wilfrid Haubech & Heinrich Vin Siebenthal., 2008. Kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru. Jilid 1 & 2. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 1 & 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2009. New Dictionary Of Theology. Jilid 2, terjemahkan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed., 2001. The Kingdom And The Power. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.
Guthrie, Donald., 2010. New Tastemant Theology. 2 Jilid, Terjemahan. Penerbit BPK : Jakarta.
Gutrie, Donald., 1990 New Tastament Introduction. Edisi Indonesia dengan judul Pengantar Perjanjian Baru, Jilid 2, diterjemahkan (2009), Penerbit Momentum: Jakarta.
Handiwijono, Harun, 1999. Iman Kristen, Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Holmes, Arthur F., 2009. All Truth is God’s Truth. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Ladd, George Eldon., 1999, Teologi Perjanjian Baru. Jilid I dan II. Terj, Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Marzuki, 2005. Metodologi Riset. Penerbit Ekonisia, Kampus Fakultas Ekonomi UII: Yogyakarta
Mounce, William D., 2011. Basics of Biblical Greek, edisi 3. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Menzies, William W & Robert P., 2005. Spirit and Power. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Menzies, William W & Stanley M. Horton., 2003. Bible Doctrines: A Pentecostal Perspektive.. Terjemahan, Penerbit, Gospel Press: Batam.
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
Naftalino, A., 2012. Teologi Kristen Terpadu 2. Dipublikasikan oleh Logos Heaven Light Publicizing: Bekasi.
Nieftrik, G.C. van dan Boland, B.J., 1993. Dogmatika Masa Kini. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Poesporodjo, W & Ek. T. Gilarso, 1999. Logika Ilmu Menalar. Penerbit Pustaka Grafika: Bandung.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.
Ryrie, Charles C., 2005. Dispensasionalism. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Silalahi, Djaka Christianto., 2001. Kharismatik Bercampur dengan Perdukunan? Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
___________., 2008. Defending Your Faith: An Introduction To Apologetics. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Stamps, Donald. C, ed., 1994. Full Life Bible Studi. Penerbit Gandum Mas : Malang.
Soedarmo, R.,1984. Ikhtisar Dogmatika. BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Stott, John R.W., 2000. Memahami Isi Alkitab. Terj. Diterbitkan oleh Persekutuan Pembaca Alkitab : Jakarta.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Tong, Stephen., 2011. Iman, Rasio dan Kebenaran. Penerbit Momentum : Jakarta.
Towns, Elmer L., 2011. Inti Kekristenan: Apa sebenarnya Kekristenan itu? Terjemahan, Penerbit Nafiri Gabriel : Jakarta Barat.
Wijaya, Bambang., 2009. Unfailing Hope. Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.
Wagner C. Peter., 1999. Gereja-Gereja Rasuli Yang Baru. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta.

link