Oleh: S.M.T Gultom
Di berbagai belahan dunia yang fana ini, manakala kelompok Kristennya tergolong minoritas dalam suatu masyarakat, tidak mengherankan bila selalu ditekan untuk menyesuaikan diri dengan ukuran-ukuran yang berlaku dari masyarakat tersebut. Sedangkan tekanan yang terus menerus pada setiap orang dapat mengikis standar moral mereka. Sementara itu, penyesuaian dengan standar moral dunia berarti melawan kekudusan. Bagaimana sesungguhnya mereka harus bersikap?
Orang Kristen diperintahkan untuk menjadi lain dengan dunia. Perintah ini dapat dipahami melalui nasehat Paulus dalam Roma 12:1-2, demikian:”Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Tuhan aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Tuhan; itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Tuhan: apa yang baik yang berkenan kepada Tuhan dan yang sempurna”. Inti dari nasehat ini adalah menjaga kekudusan.
Di satu sisi, orang Kristen harus hidup dalam ketaatan kepada Tuhan dan tidak boleh dikuasai oleh hawa nafsu. Pada sisi yang lain, orang Kristen juga harus mempunyai standar moral ilahi yaitu hidup kudus dan menjadi serupa dengan Kristus. (Filipi 2:5 dan 8) demikian bunyinya: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampat mati, bahkan sampai mati di kayu salib”.
Kita menyadari bahwa tidak mudah mencegah setiap pikiran yang tidak murni merasuk ke dalam pikiran kita. Namun kita memang mengendalikan pikiran-pikiran kita yang tinggal di dalam benak kita dan berkembang. Tuhan memberi kita jalan-jalan melalui mana kita dapat mengembangkan pemikiran yang murni dan kehidupan pikiran kita pada umumnya, karena kita memiliki Kristus “berubahlah oleh pembaharuan budimu”. Pembaharuan adalah suatu proses yang berlanjut dan berulang-ulang secara terus menerus. Kemenangan yang dicapai hari ini tidak menjamin bahwa kita dapat memenangkan pertempuran hari esok. Untuk mengendalikan pikiran-pikiran kita, maka kita harus mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang benar. “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu”.
Sarana yang paling efektif untuk mengisi dan mengendalikan pikiran adalah menghafalkan ayat-ayat Alkitab (firman Tuhan). Sementara kita menghafal berbagai bagian dari Alkitab, pikiran kita akan kembali kepada-Nya bila kita mengalami pencobaan. Oleh karena itu, sebagai insan kristiani yang mumpuni dituntut untuk hidup dalam ketaatan kepada Tuhan dan tidak boleh dikuasai oleh hawa nafsu serta memiliki standar moral ilahi yaitu hidup kudus dan menjadi serupa dengan Kristus.
Tuhan Yesus memberkati umat-Nya.